selamat datang di official Blog Paket VIAT untuk Kabupaten Lembata

Ine, bukan perempuan biasa

Ine, selamat malam …

Selepas pagi, matahari rebah diantara rerimbun hutan, cahanya menyelinap ke semak-semak dan angin memainkan daun-daun - dari balik gubuk, Ine bersijingkat menyingkap selimut bergegas menyimak isyarat, jejak berlarian menyibak semak, berlesatan dari sepang mata yang rabun memandang, sebab tetumbuhan tumbang, panenpun berujung malang.



Ah, apa yang mesti ditimbang, bimbang yang senantiasa membenamkan. Oh, kesabaran menjelma reranting, runcingpun setajam ujung pisau, menusuk jantung hutan. Ya, apa yang mesti ditimbang dari musim yang mempertemukan kisah - kasih diantara ranggas tanaman, yang senantiasa membenihkan keluh letih.



Aku tinggalkan ia, pergi dan pergi, tiba-tiba aku teringat jejak ibu, yang berdoa dalam dongeng, jangan pernah memutus tali nasib, karena air mata dan kekalahan adalah sebab mengapa Adam diturunkan.



Sebab dari itu aku mengalir, berpindah tempat, dari kebun ke cinta,

Dan aku ingin menulis tentangmu, disuatu masa yang telah kau musnakan. Mungkin kau dinegeri tanpa nama, disana negeri tanpa alamat kata, kau bisa mendengarnya. Sebermula dari atap gubukku, berserakan daun-daun mimpi kering, dihempas angin jahanam, yang juga melantakkan segala ingatanku, padamu, Ine.



Rok jeans mini, kaos kelabu plus sandal kuning transparan – malam itu,

membuatmu terlihat muda dan berbeda. “Keseharian, aku lebih suka rok, dan memilih celana diacara resmi dan bekerja” katamu, ditemani tiga teman perempuan di Bakoel Koffie Cikini, Jum’at malam – 25 Oktober 2007.

Apapun pilihan pakaianmu, saya setuju, kau bukan perempuan biasa.



Dan itu sudah kau sadari, saat belajar di bangku sekolah menengah - SMA satu Makasar. Tempat cinta pertama datang dan saat remajamu dikelilingi HAI, GADIS & Anita Cermerlang – yang mengenalkan pada mimpi terbesarmu.



“Aku akan jadi reporter, aku mau melihat dunia”, janjimu. Dan kau menepatinya kini.



Kau putuskan keluar, setelah setahun kuliah di Fakultas Kedokteran UNHAS, lantas memilih hijrah ke jurusan komunikasi FISIP Universitas Gadjah Mada. Keluarga besarmu berat hati, melepas kepergian ke kota pelajar itu. Maklum, saat itu baru kamu dari tiga bersaudara, yang belajar di luar Makasar.



“Aku tahu diri, dengan keterbatasan dan keinginan melihat dunia, harus kubuka pintunya satu demi satu”, katamu polos.



Di Jogjakarta kau memulainya - menulis di Balairung - majalah kampus, koresponden majalah HAI, Public Relation Jogjakarta Craft Council brand manager Dagadu, reporter hingga menjadi marketing Manager ekspor produk kerajinan lokal.



Dari semua itu, satu kejadian yang kental mewarnai hidupmu - saat kau menjadi penyiar Tri Jaya FM, sebuah radio swasta ternama di Jogjakarta.



Suatu hari dikehidupan Ine Novianti Fathiastuti, 28 th, rambut hitam, tinggi 159 cm, lingkar pinggang 28, ukuran BH 34b, penyiar “Sunday Morning Web - Tri Jaya FM, 6 – 9 Am” – “Ine, besok pagi kau harus wawancara Anand Khrisna” kata produser sekaligus mitra siaranmu, Fadjrul Gunadi. Kau bingung, sepertinya pernah mendengar nama itu, tapi tak tahu siapa Anand Khrisna. Untunglah seorang teman punya buku karangannya - judulnya “Ah! Mereguk keindahan tak terkatakan – Hridaya Sutra bagi Orang Modern”.



Buku yang kemudian merubah pandanganmu tentang kehidupan. Yang membuatmu percaya tentang perjalanan panjang hidup manusia, tentang reinkarnasi, karma dan moksa. Sejak itu, kau lahap semua buku Anand Khrisna, juga banyak buku tentang ajaran Budha.



Kau percaya, bahwa orang hidup harus berguna buat orang lain. “Aku tak perlu takut miskin, ataupun susah – karena saat mati kau tak akan membawa apa-apa” tuturmu bersemangat. Tulisan Paulo Coelho melengkapi semangat hidupmu kemudian. “Jika kau bersungguh-sungguh mewujudkan mimpimu, seluruh dunia akan mendukungmu”. Itu pelajaran penting dari sang penulis – di novel Alchemist. Dan kau setuju. Kau tak takut lagi bermimpi.

Kau percaya, tiap orang punya legenda – punya sesuatu yang bisa merubah dunianya dan mewarnai dunia orang lain. “Legendaku menjadi penulis” katamu – tersenyum yakin.



Seyakin saat melamar reporter tetap Detik.com – media portal pertama di negeri ini, saat kau selesaikan skripsimu tahun 2004. Lantas, Kau pun hijrah ke Jakarta. “Detik.com bagai kampus kedua buatku, suasananya egaliter membuatku nyaman dan tumbuh” tuturmu mantap.



Keinginan melihat dunia, membuat kampus kedua ini bagai teropong kecil – tak cukup untuk meneropong dunia. Disini, hanya bertahan setahun - akhirnya bergabung disebuah TV swasta dinegeri ini, lima setengah tahun silam. Disini segalanya terasa asing, sembilu sepi menyayat-nyayat leher nasibku. Disini aku sendiri, tanpa cinta, hanya seikat sunyi yang didapatkan, katamu.



Tapi, aku lebai, aku lebai, dayung perahuku sudah jauh ketengah, kemalangan telah dibenamkan dalam-dalam. Tak ada yang hilang sesungguhnya, tak ada pula yang mendapatkan, apalah kita ini, atas hidup yang melulu hitam – putih, dan kita diciptakan untuk sendiri dan kehilangan.



Oh, kesunyian, hidupkanlah aku dalam dirimu, ujarmu berkali-kali.



Cinta mengajarkanku untuk bisa mengendus bau, cinta yang bergeliat - menjelma jadi dendam yang takkan selesai diurai, dendam yang sukar dirumuskan, oleh kesempatan singkat yang berduka panjang. Siapapun tahu belaka, tak ada yang bisa melepaskan apa yang pernah dimiliki. Sembunyilah dilaut terdalam, dan cinta yang menjelma hantu, akan menjemputmu pada pusaran itu.



Tubuhku telah menjadi hantu, bagi segala keinginan, bagi yang tidak bisa menunggu, waktu adalah belenggu, sampai gilirannya takdir akan menggiringmu pada pusaran nasib yang lain. Dus, tak ada yang lebih muram dari kisah sederhana ini, getar singkat yang berbuntut petaka panjang.



Setelah tak ada yang bisa tahu, apakah mati untuk cinta adalah peluang bijaksana?, membujuk kebodohan terkutuk ini. Dengan rasa bosan kau rangkai ingatan, manis tapi terasa ganjil; berharap diseberang sana – entah negeri ditempat apa, ada atau sekedar idiom saja – malaikat menanti bersama kejutan manis tak terduga. Melebihi dasyatnya mimpi yang menyerbu ingatanmu sepanjang penantian. Ada yang mencoba, tak ada yang tahu hasilnya.



Aku dan kisah muram menambah-nambah.



Ah, aku tinggalkan suasana itu.

Aku memilih suasana yang baru, karena jarak mengajarkan rindu. Maka, ijinkan aku mengangkat sauh, ayah sejak dulu dan aku ingin karam dilaut jauh, agar aku tak melulu diserbu sesal yang gaduh sebagaimana kau tahu.



Maka, aku menciptakan masa depan dalam ingatan, menghijaukan diam-diam. Suasana berbeda dengan tempat dulu aku berteduh. Kupasrahkan hidup pada yang baru, merawatku sebagai kelahiran lain. Ini tanah lain yang aku percaya sebagai rumah lain, padanya aku temukan wajah bapak yang lupa kau ceritakan itu.



Ah …. lagi-lagi perhitunganmu jitu Ine. Pintu-pintu untuk melihat dunia terbuka, satu-satu.



Malam makin larut, tapi tiga perempuan didepanmu makin penasaran, bagaimana keseharian menjadi bagian dirumah lain itu. “Bagaimana rasanya Ine?” .



“Biasa saja” katamu. “Semua orang memanggilnya Bapak, dia suka membaca dan memiliki 13 ribu judul buku. Hmm, sebenarnya aku tak yakin, dia tahu aku ada disekitarnya” katamu kemudian.



Dengan tertawa pelan, kau mulai cerita pengalaman unik dirumah lain itu, “Aku salah satu reporter yang ikut rombongan bapak ke Australia. Setelah meresmikan sebuah “rumah pintar – bernama gubuk perubahan disebuah hotel berbintang di Jakarta. Bapak keluar ruangan melewati beberapa orang dan berakhir dengan menepuk-nepuk pundakku, dipikirnya aku adalah orang lain, awalnya aku bingung, tapi akhirnya aku yakin.



Dan ternyata bapak berhimne disebelahku, dari sungai asalmu, dari sunyi asalku, ujarmu sambil tertawa ngakak.



Ah, Cinta! Kata yang membuat tiga orang perempuan – didepanmu, serentak memajukan kepala kearahmu. “Bagaimana kisah cintamu Ine, apa arti perkawinan dan pasangan buatmu?”



Kau tersipu sebentar, sebelum berkata dengan bersemangat, “pasangan bagaikan sepasang tiang penopang sebuah balok perkawinan. Jika tiang saling berjauhan maka balok akan jatuh, begitu pula jika si tiang terlalu berdekatan – sang balok tak lagi seimbang dan jatuh”, Katamu. “Pasangan harus saling memberikan ruang, bagai ruang diantara dua tiang. Ruang untuk bernafas dan tumbuh - untuk dirimu sendiri, untuk pasanganmu. Sebuah pernikahan harusnya memberikan ruang spiritual”. Rupanya, Kahlil Gibran dan Oprah Winfrey Talkshow menginspirasi pandangamu tentang perkawinan.



Sayang, tak banyak pasangan lelaki mau memberikan ruang itu, Ine. Apalagi, katamu “Aku Scorpio tulen, selalu ekspresif dan meledak-ledak jika jatuh cinta. Kata sahabat-sahabatku, lelaki tak suka cara itu”.



Mungkin karena itu, kau ditinggal kawin tiga pasanganmu. Kau sempat patah hati dan merasa tak layak dipilih. Kau jadi takut kehilangan. Meski kehilangan demi kehilangan mengajarimu berani memilih dan ikhlas. Belakangan, kau mensyukurinya.



Kau benar Ine, mereka tak layak jadi pasanganmu. Carilah lelaki tak biasa, yang menerimamu apa adanya - berani berbagi ruang dengan pasangannya, mengoreksi sistem patriarki – yang mengakar kuat di negeri ini.



Sudahlah Ine. Kau pasti menemukannya – di usiamu yang berjalan kepala tiga sekarang. Nikmati saja.



“Aku mulai bisa menikmati hidup, legendaku mengalir”, katamu. “Dulu aku tak yakin pikiran-pikiran yang kutulis dinantikan orang, dulunya kupikir itu sampah – tak layak dibaca. Ternyata aku salah, tulisanku dinantikan teman-teman. Mereka mengikuti dan mengomentari blogku. Aku sempat takjub”, tambahmu, terharu.



Ah.. Ine. Kau tak perlu heran, kau layak mendapatkan legendamu. Tak perlu khawatir juga pandangan orang tentang dirimu. Mau tahu kata mereka? Ine sang penyuka warna ijo, itam dan kelabu - orangnya percaya diri, bidadari, attractive, cuek, pintar.



Malam makin larut. Teman perempuanmu mulai sering melirik jam – sudah tengah malam rupanya.



Satu lagi sebelum pulang Ine. “Jika kau ibaratkan dirimu buah, apa yang kau pilih? “



“Durian” katamu mantap. “Kelihatan jutek dan tajam, dia punya pembatas – sebelum kau mandapatkan biji dagingnya, tapi setelah kau buka, kau akan menyukainya – bisa ketagihan pula”. tambahmu.



Kau benar, kau mulai membuat ketagihan - untuk berbicara, mendengar dan mengenalmu lebih dekat.



Sayang, malam makin larut. Kau dan temanmu harus segera pulang.



Selamat malam Ine …

Akhmad Bumi

0 komentar:

Posting Komentar

 
Cheap Web Hosting | Top Web Hosts | Great HTML Templates from easytemplates.com.